Minggu, 03 Januari 2010

Semesta Alam Membantumu Meraihnya!











Oleh : Khalisotussurur

Judul : The Alchemist

Penulis : Paulo Coelho

Penerjemah : Tanti Lesmana

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : 8, Mei 2009

Halaman : 216; 20 cm

“Yang membuat hidup ini menarik adalah kemungkinan untuk mewujudkan impian menjadi kenyataan...”

Hal itu yang dipikirkan Santiago, seorang anak laki-laki penggembala di Andalusia. Hasratnya berkelana, telah melawan keinginan ayahnya yang mengharapkan dirinya menjadi pastor. Namun, keingintahuannya tentang dunia lebih menarik perhatiannya daripada mengenal Tuhan dan mempelajari dosa-dosa manusia (hlm 14).

Novel The Alchemist, justru tidak bercerita mengenai kehidupan seorang Alkemis atau Ahli Kimia yang berproses. Tapi menceritakan kehidupan seorang penggembala domba bersama takdirnya sendiri. Berbekal jaket, buku, dan anggur, ia menjamah padang-padang rumput se-Andalusia. Ia sering bercerita tentang buku-buku yang dibaca dan berkomentar tentang apa yang dilihat pada domba-dombanya. Ia yakin domba-domba itu mengerti perkataannya. Hingga pada suatu malam, ia bermimpi tentang seorang anak kecil yang memegang tangannya dan memindahkannya ke Piramida di Mesir. Lalu anak itu berkata Santiago akan menemukan harta karunnya di sana. Mimpi itu datang berturut-turut selama dua kali.

Dalam perjalanannya menemukan harta karun, ia mengalami banyak kejadian. Berawal dari kedatangannya ke tempat Peramal Gipsi untuk menafsirkan mimpinya. Peramal tersebut meminta sepersepuluh hartanya jika berhasil ditemukan. Berlanjut pada pertemuannya dengan seorang Raja Salem, Malkisedek. Raja tersebut mengajarkan pada anak itu untuk pandai-pandai membaca pertanda. Karena raja itu meyakini ketika seseorang menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya akan bersatu padu untuk membantu meraihnya. Lalu raja itu meminta sepersepuluh dombanya. Banyak hal yang menarik antara percakapan antara anak laki-laki dan raja Salem.

Pertemuannya dengan raja itu meyakinkannya untuk terus mengejar impiannya. Ia pun pergi ke Afrika sebagai persinggahan menuju Mesir. Bermodal uang hasil penjualan domba dan batu urim dan tumim pemberian Raja Salem. Walaupun ia telah menjamah Andalusia, Afrika belum bersahabat bagi orang asing sepertinya. Anak itu kecopetan. Dan akhirnya ia bekerja pada seorang pemilik toko kristal yang sepi pelanggan.

Setelah kedatangannya, kepintarannya membaca pertanda membuat toko kristal itu berkembang. Di sela perbicangannya, ternyata pemilik toko kristal itu juga memiliki impian yang sama untuk pergi ke suatu tempat. Pemilik toko kristal itu ingin pergi ke Mekah untuk beribadah. Hanya saja dengan kesuksesan yang didapatnya, ia memilih untuk tetap tinggal di Afrika. Yang menahannya bukan karena harta. Tapi ia sengaja membiarkan impiannya tak diraih, untuk menjadi alasannya baginya untuk terus bertahan hidup.

Sementara, anak laki-laki itu mengambil keputusan untuk ke Mesir. Karena kapan pun ia dapat kembali ke Andalusia dan menjadi gembala. Tapi ketika keputusannya diambil, ia seperti masuk ke dalam arus sungai yang deras. Tak tahu apa yang akan terjadi di depannya. Untuk tiba di Mesir, ia harus melewati padang Sahara yang luas. Apalagi perang antar suku juga sedang bergejolak di Mesir.

Dalam perjalanan menyusuri padang Sahara, anak laki-laki itu berkenalan dengan seorang Inggris. Orang Inggris itu ingin bertemu dengan sang Alkemis yang tahu cara mengubah semua jenis logam menjadi emas. Emas itu disebut batu filsuf dan ramuannya disebut ramuan kehidupan. Mereka juga banyak bercakap mengenai pertanda dan bahasa universal.

Ketika mereka tiba di oasis Al-Fayoum, anak laki-laki itu menanyakan keberadaan Sang Alkemis pada seorang gadis, Fatima. Dari situlah tumbuh cinta antara mereka berdua. Ketika itu pula, anak laki-laki itu kehilangan hasrat untuk berkelana. Ia ingin menetap di satu tempat bersama gadis gurun itu. Namun Fatima menyadari, setiap laki-laki pasti mempunyai impian yang ingin dicapainya. Ia pun merelakan kepergian anak laki-laki itu. Dan memilih seperti gadis gurun lainnya yang setia menunggu lelakinya.

Maka anak laki-laki itu pun pergi bersama Sang Alkemis menuju tempat di mana harta karunnya berada. Walaupun perang antar suku berkecamuk, mereka tetap maju melawan ganasnya padang pasir. Dalam perjalanananny bersama Sang Alkemis, anak laki-laki itu semakin mengerti gunanya memahami pertanda. Dan menemukan harta karunnya sendiri.

Novel ini memiliki struktur penceritaan yang sederhana. Pembaca tidak harus mengerutkan kening mengikuti alurnya. Tapi harus baik-baik mencerna seretan kalimat yang sarat dengan logika bermakna dari balik percakapannya. Gaya bahasanya inspiratif, tidak bertele-tele, dan tidak hiperdeskriptif. Sehingga pembaca tidak lelah mengikuti jalan cerita sampai akhir. Yang menarik, Paulo hanya sekali menyebutkan nama tokoh utamanya pada bagian awal cerita. Selebihnya ia menyebut Santiago dengan ‘anak laki-laki’.

Kelebihan paulo dalam mengarang novelnya terletak pada imajinasinya yang bebas. Ia tidak terjebak pada permainan logika. Sebagai contoh dalam ceritanya, terdapat seorang raja yang selalu berada di dekat orang-orang yang berusaha meuwjudkan impiannya. Ia dapat menjadi apa saja. Seperti menjadi batu atau benda apa pun. Selain itu, adegan ketika anak laki-laki itu berbicara dengan padang pasir, angin, dan matahari untuk mengubah dirinya menjadi angin, merupakan bukti Paulo pandai memainkan seluruh elemen dalam novelnya untuk mencapai tahap klimaks.

Sang Alkemis terbagi 3 bagian. Pertama, kehidupan Santiago sebagai penggembala dan perjalanannya menuju Mesir. Kedua, pencarian harta karunnya bersama Sang Alkemis. Bagian terakhir berupa epilog sebagai penutup dari novel ini. Membacanya, kita dihadapkan pada potongan cerita yang sebenarnya juga terjadi pada kita namun tak disadari. Seperti ketakutan akan perubahan ataupun penghentian langkah kita terhadap impian yang sebenarnya bisa kapan saja diwujudkan.