Selasa, 29 Januari 2008

The Magic Of Jordan


In a school at the city, there was a boy who can’t play basketball. His name is Buba. Not only can’t play basketball, Buba is also not tall. But, the greatest, Buba is not surrender. He always try although his friends mocking out of him.

One day, Buba practise basketball alone. When he wanted to shoot the ball to the ring, his leg tread on the stone. He is falling down and the ball running to the shurb. His leg is hurt. Buba wake up and take the ball. Suddenly, Buba falling down once again. Now, Buba feel different situation. There was different place. Buba scared. He covered his face with his hand. Then, someone clutched his hand from his face. Buba looked surprized.
“Jordan! What are you doing, here?”, Buba said.
“I want to help you. I know you have potention to become the best player like me.”, his favourit basketball player answered.
“Oh, yeah! Are you sure?”, asked Buba.
“Of course! Let’s play!”

Then Buba and Jordan playing basketball together. The time past away. They are stopped to play again. They are sleeping in the green grass. The situation is very quiet. And the air in there is very fresh.

Buba was awakened. He already came back to beginning place. He still felt power from Jordan. He sure it is real. Then Buba go to the field. In there, his friends was playing basket ball. Some people mocking him. But, Buba still calm. He take the ball and shoot it from long distance. His friends surprize. The ball out on the ring. Buba feel proud.

“I’m sure. I will be the best player like you, Jordan! Thank’s.”, Buba said in his heart.

Semangat Melindungi dan Menyelamatkan Generasinya

Rambut yang dulu tergerai panjang itu kini telah dipangkas hingga rapi. Pemuda bertubuh tinggi dan tegap ini kala SMA-nya suka meneguk minuman alkohol bersama teman-temannya di kawasan Pinang Barat. Dedi Kurniadi (26), nama lengkapnya. Dengan uang seadanya yang lalu dikumpulkan mampu memberikan Dedi bersama teman-temannya kepuasan tersendiri. Namun, lingkungan yang semakin parah menyebabkan beberapa temannya terjerumus sebagai pemakai obat-obatan terlarang.

Beruntungnya, Dedi, mahasiswa Fakultas Hukum Pidana Universitas Pancasila ini tidak terpengaruh lebih jauh untuk menikmati obat-obatan itu. Ia justru keluar dari dunia suramnya yang dulu dan menyambut matahari yang bersinar terang di hadapannya. Keinginannya untuk berubah, juga didasari untuk memberikan tali pertolongan pada teman-temannya yang sudah terlanjur jatuh terperosok dalam dunia narkoba.

Akhirnya pada tahun 2000, ia bergabung dalam sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat [LSM] yang bergerak di bidang social, Rotaract. Dan salah satunya adalah menangani masalah tentang HIV/AIDS dan narkoba. Berbagai seminar tentang narkoba dan dampaknya sering ia hadiri. Termasuk menghadiri pelatihan bagi para guru dan siswa tentang penyalahgunaan zat adiksi, dan HIV/AIDS atau Training Of Trainer [TOT] di Yayasan Harapan Permata Hati Kita (YAKITA) pada tanggal 5-7 Desember 2003 mewaliki anggota Rotaract. TOT bertujuan untuk mengurangi dampak HIV/AIDS dan menyebarluaskan informasi HIV/AIDS pada masyarakat umum.

“Isi dari pelatihan terrsebut sangat bagus. Karena kita tidak hanya diberi informasi tentang HIV/AIDS dan narkoba, tetapi kita juga dihadapkan langsung dengan ODHA sebutan untuk penderita HIV/AIDS. Di situ kita sharing dan membangun empati atau ikut merasakan bagaimana pahitnya hidup sebagai pengidap epidemi yang mematikan itu. Karena biasanya, mereka mendapat perlakuan berbeda dari masyarakat.”, tutur mahasiswa yang sedang merampungkan skripsinya itu saat di temui di kantin Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila.

Dedi mengaku was-was saat dihadapkan oleh penderita HIV/AIDS pada saat TOT tersebut. “Walaupun saya tahu bagaimana cara penularan HIV/AIDS, awal mulanya memang ada rasa takut dan muncul berbagai macam pikiran yang mengarahkan saya pada persepsi negatif pada para ODHA. Intinya saya juga takut tertular.”, ujarnya ditemui pada 5 Agustus 2006.

Dedi yang kini menjabat sebagai President of Rotaract Jakarta, sering memberi penyuluhan tentang dampak HIV/AIDS dan narkoba kepada masyarakat umum. Hal itu dilakukannya sebagai salah satu tindakan konkret untuk menebus masa lalunya dan menolong teman-temannya yang masih terjebak dalam kemelut bersama narkoba. Ia mengaku sedih saat mengetahui teman-temannya terlibat dalam dunia candu tersebut. Yang bisa ia lakukan saat itu adalah mendengarkan keluh kesah teman-temannya yang kesakitan ketika tak mempunyai barang haram itu lagi untuk dikonsumsi.

Namun sekarang, dengan berbekal pengetahuan yang cukup. Selangkah demi selangkah, ia dapat mewujudkan impiannya untuk menolong teman-temannya yang terjerumus. Tidak hanya itu, ia juga berusaha mengantisipasi banyaknya korban dari dampak HIV/AIDS dan narkoba dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat.